Senin, 15 Agustus 2011

Belum Temukan Majikan Baru, Transit Saja di Macau!

Macau yang lebih dikenal sebagai kota casino atau meja judi No.1 di Asia punya arti tersendiri bagi para buruh migran Indonesia (BMI) di Hong Kong. Ternyata kota ini jadi jujugan, lebih tepatnya jadi transit bagi para BMI yang belum mendapat majikan baru atau pun menunggu visa baru turun. Minggu (30/5), Memo yang berkesempatan berlibur dan menyambangi Macau berhasil menemui sejumlah BMI yang memanfaatkan Macau sebagai tempat transit. Selain tentu saja menikmati pemandangan nan indah dan bangunan-bangunan kuno di lokasi bekas jajahan Portugis ini.

Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 45 menit, perjalanan dimulai dari Shung Wan atau Central, naik kapal ferry. Sebelumnya beli tiket dulu, satu orang kurang lebih HK$ 300 pulang-pergi. Begitu sampai di Macau, keluar dari pintu, banyak bus yang siap mengantar kemana pun tujuan, gratis ! dan sepanjang jalan seperti, San Malo, Venetian dan Sam Can Tang, Memo melihat banyak BMI yang berkeliaran dan duduk duduk. Mereka sengaja menjadikan Macau sebagai pelarian ketika di Hong Kong tidak mendapatkan majikan, sementara visa (surat ijin tinggal) sudah hampir habis (batas minimal 14 hari). Tidak hanya buruh migran asal Indonesia saja di Macau, hal yang sama juga dilakukan buruh migran asal Filiphina, Thailand, Nepal, Pakistan maupun Afrika.

Menurut informasi yang diterima Memo, kebanyakan dari buruh migran ini berstatus OS (Over Stay), tidak punya surat surat, apalagi ijin untuk menetap di Macau. Untuk diketahui, sudah menjadi peraturan di Hong Kong, bagi Tenaga Kerja Asing yang bekerja di sektor rumah tangga (pembantu) yang telah diinterminit (diputus kontrak kerja), dan ingin kembali bekerja lagi di Hong Kong, maka buruh yang bersangkutan harus keluar dari Negara Hong Kong, dan pulang ke negara asalnya.
Tetapi peraturan ini rupanya tidak mempan bagi sebagian BMI yang telah diinterminit. Selain pertimbangan keuangan. Karena dengan kembali ke Indonesia, tentu biaya potongan agency akan jauh lebih besar, sampai 7bulan.
Sementara kalau tetap memilih untuk tidak pulang, dan menunggu di China maupun Macau, potongan agency hanya 4-5 bulan. Seperti yang Memo temui yaitu Siska, BMI asal Blitar ini bisa jadi contoh. Dia berada di Macau sudah hampir 1bulan, menunggu visa barunya turun. Sengaja ia lari ke Macau dengan berbagai pertimbangan, baik efisien waktu juga beaya.
“Enak di Macau mbak, sambil nunggu visa, aku pun kerja part time, cleaning servis di salah satu hotel, lumayan uangnya buat nyambung hidup,” ujarnya. Jika visa barunya sudah turun, ia akan kembali ke Hongkong lagi.
Namun tidak semua para Buruh Migran yang ada di Macau yang berstatus OS . Mereka ada yang benar benar bekerja dan punya identitas diri, seperti paspor, blue card (ijin kerja di Macau). Gaji mereka berkisar antara 2000 pataca-2500 pataca. Di antara BMI yang bekerja di Macau adalah Eni (24) asal Tulungagung, Jawa Timur. Ia menceritakan pengalamannya selama ia bekerja di Macau kepada Memo.
Kenekadnya ke Macau berawal ketika Eni diputus kontrak kerjanya oleh majikannya sewaktu di Hong Kong. Majikannya rewel dan tak manusiawi. Apa pun kerja Eni dianggap salah. “Apalagi waktu itu baru selesai potongan agen Mbak, kaya kerja bakti aja. Selesai potongan lunas, saya malah disuruh angkat kaki keluar dari rumahnya, mana nggak pegang uang sepeserpun,” kenang Eni.
Eni lantas lari ke agen. Namun nasib tak kunjung membaik, karena agen pun tak mengurus hak-haknya. Padahal waktu itu visa Eni hampir habis dan majikan baru juga belum ada. Keadaan itu makin membuat Eni bingung. Namun tekadnya terlanjur kuat untuk tetap merantau. Ia malu kembali ke Indonesia.
“Saya bingung, saya nggak mau pulang ke Tanah Air, nekat aja Mbak, waktu agen mau nganter saya ke bandara Hong Kong, belum chek in saya langsung saya kabur, ganti pakaian di kamar mandi, menuju agen di North point, dan dari agen tersebut, saya hari itu juga langsung ke Macau bersama Mami (yang punya agen di HK , Macau maupun di Shen Zhen China), ujar Eni.
Selama di Macau, Eni sudah 3 kali ganti kerjaan. Awalnya ia bekerja bersih-bersih rumah kepunyaan orang Bule. Namun hanya berlangsung 2 bulan saja. Ia lantas pindah sebagai tukang cuci mobil di sebuah showroom mobil, mulai pagi jam 7 sampai jam 9 malam. Lagi-lagi ia hanya bertahan 7 bulan. Dan sekarang ia bekerja di sebuah restoran Jepang, jadi tukang cuci piring, bersih bersih.
“Sebenarnya capek mbak, apalagi gaji yang aku dapat dibagi dua dengan Mami. Yah..mau gimana lagi, mau pulang ke kampung, nggak punya uang sama sekali, sedangkan anak anakku di rumah butuh biaya untuk makan dan sekolah.’’ Kaya sapi aja mbak, aku ini diperas oleh agen, ditahun pertama kerja dulu di Hong Kong, sekarang pun juga sama. Mau berontak, aku ini siapa, lagian semua surat surat, paspor dipegang oleh Mami, yoh nrimo ae Mbak,’’ ujar Eni. (uly gz)

Terpublikasi di Tabloid Memorandum